Jakarta - Alokasi spektrum telekomunikasi di 900 MHz
dan 1800 MHz dinilai belum optimal. Pemerintah pun diminta untuk menata
ulang kedua spektrum 2G tersebut sembari menata ulang blok 3G usai
seleksi beauty contest di 2,1 GHz tahun ini.
"Saat ini
alokasi frekuensi yang dimiliki operator telekomunikasi pincang jika
dilihat dari sisi utilisasi dan sumbangannya bagi industri. Pemerintah
harus berani melakukan rebalancing semua spektrum, terutama di spektrum
900 MHz dan 1.800 MHz," ujar peneliti dari Indonesia ICT Institute, Heru
Sutadi dalam seminar 3G di Seremanis, Jakarta, Rabu (12/9/2012).
Di
spektrum 900 MHz, Telkomsel tercatat memiliki 7,5 Mhz, Indosat 10 MHz,
XL Axiata 7,5 MHz. Sementara di 1.800 MHz Telkomsel memiliki 22,5 MHz,
Indosat 20 MHz, XL 7,5 MHz, Axis 15 MHz, dan Hutchinson CP Telecom 10
MHz. Sedangkan di 2.1 GHZ, semua operator seluler 3G saat ini memiliki
10 MHz.
Jika ditotal frekuensi yang dimiliki tiga operator besar
(900 MHz, 1800 MHz, dan 2,1 Ghz), Telkomsel dengan 117 juta pelanggan
pada semester I-2012 memiliki frekuensi 40 MHz, Indosat dengan 50,9 juta
pelanggan memiliki 40 MHz, XL dengan 45,9 juta pelanggan menguasai 25
MHz.
Ditelaah lebih dalam, untuk rata-rata outgoing Minute Of
Usage (MOU) per pelanggan hingga semester I-2012 operator tiga besar
adalah Telkomsel 751 menit per pelanggan, Indosat 94 menit per
pelanggan, dan XL 1.257 menit/pelanggan.
Sementara untuk
rata-rata outgoing MOU per paired MHz hingga semester I-2012 di
Telkomsel adalah 2,2 miliar call/MHz, Indosat 120 juta call/MHz, dan XL
2.308 miliar call/MHz.
"Data ini diolah dari laporan keuangan
tiga operator besar. Di sini bisa terlihat utilisasi frekuensi yang
dimaksimalkan masing-masing pemain dan kebutuhan untuk berekspansi
mengantisipasi trafik di masa depan," ungkapnya.
Kebijakan untuk
rebalancing semua rentang frekuensi dinilai Heru sebagai hal yang wajar
jika melihat sumbangan tiga operator besar kepada nilai industri yang
mencapai 90%.
"Tiga operator besar menguasai 105 MHz frekuensi,
sementara 7 operator menguasai 75 MHz.Sudah saatnya semua dilihat secara
obyektif," tegasnya.
Direktur Lembaga Pengembangan dan
Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala menyarankan
pemerintah membuat roadmap yang jelas untuk pengembangan frekuensi,
terutama yang berkaitan dengan potensi untuk dikembangkannya teknologi
broadband.
"Pemerintah tidak bisa melihat sepotong-potong dan
dari kacamata satu operator saja. Kasus penerapan teknologi netral di
900 MHz merupakan tendensi tidak baik dalam pengembangan frekuensi di
jangka panjang karena kurang transparan dan hanya menguntungkan satu
operator saja," sesalnya.
Senior General Manager Corporate Legal
XL Axiata, Sutrisman, mengakui frekuensi sebagai salah satu sumber daya
alam terbatas yang harus dimanfaatkan secara optimal guna pemberian
layanan terbaik kepada masyarakat.
"Frekuensi 3G di blok kanal 11
dan 12 yang akan dilelang seharusnya diperuntukan bagi operator yang
paling membutuhkan dan dengan mekanisme yang tepat. Idealnya, pemenang
seleksi ini tidak hanya satu agar lebih memeratakan kepemilikan
frekuensi," harapnya.
Diakuinya, XL belum memiliki contingency
plan jika dalam seleksi blok 3G tidak mendapatkan tambahan frekuensi.
Namun ia mengaku optimistis pemerintah mampu bersikap bijak memilih
operator pemenang blok 3G yang tersisa.
"Kami belum ada bayangan.
Pasalnya kepemilikan frekuensi XL di 900 MHz dan 1.800 MHz tidak
selonggar operator lainnya. Kami harapkan pemerintah dalam melihat
dokumen nanti mempertimbangkan kondisi operator, pelanggan,
infrastruktur, dan rencana bisnis ke depan," pungkas Sutrisman.
No comments:
Post a Comment